Warna liturgis hijau
Warna
hijau dikenakan dalam Masa Biasa. Masa Biasa ini jatuh sesudah Masa Paskah,
mulai Hari Minggu Pentakosta sampai hari Sabtu sebelum Hari Minggu Pertama Masa
Adven. Masa Biasa berpusat pada masa tiga tahun karya misi Kristus di tengah
masyarakat; ini dilihat dari bacaan-bacaan Injil yang biasanya mengisahkan
ajaran-ajaran dan mukjizat-mukjizat Tuhan di bumi.
Warna
hijau adalah warna alam dan pepohonan; ia menyerupai warna tunas-tunas muda
yang menyembul pada awal musim semi. Ia adalah warna kehidupan dan harapan
baru, melambangkan harapan yang ada pada diri kita setelah dicurahkannya Roh
Kudus pada hari Pentakosta. Pada hari Pentakosta ini Sang Penolong yang
dijanjikan hadir di tengah-tengah kita, dan lahir pulalah Gereja Katolik, yaitu
Tubuh Kristus, tanda Kerajaan Allah di bumi, sekaligus satu-satunya Pengantin
Perempuan Tuhan.
Warna
liturgis merah
Merah
sebagai warna liturgis dikenakan pada hari-hari berikut:
- Hari Minggu Palma
- Hari Jumat Agung
- Hari Minggu Pentakosta
- Perayaan-perayaan Sengsara Tuhan
- Pesta para rasul dan pengarang Injil (kecuali Santo Yohanes)
- Perayaan-perayaan para martir
Kita pun
juga dikuatkan oleh jasa-jasa para martir Gereja. Saat ini mereka sudah hidup
bersama Allah di surga, namun senantiasa mendoakan kita, Gereja yang masih
berziarah di bumi, agar kelak kita juga bisa ikut merayakan Perjamuan Anak
Domba di surga. Warna merah darah para martir memberi kita semangat untuk
meniru kesaksian mereka dalam mengikuti Kristus sampai mati.
Selain
itu, merah juga melambangkan API, sesuai dengan Hari Raya Pentakosta.
Lidah-lidah api adalah lambang Roh Kudus; api inilah yang mengobarkan iman para
rasul sehingga mereka berani mewartakan Kristus kepada sahabat maupun musuh.
Iman mereka menyala-nyala dan memukau semua yang mendengar kesaksian mereka,
sehingga semakin banyaklah jiwa yang dimenangkan bagi Kristus.
Warna
liturgis kuning emas atau putih
Warna
kuning (emas) atau putih dikenakan pada:
- Masa Natal
- Masa Paskah
- Perayaan-perayaan Tuhan Yesus (kecuali peringatan sengsara-Nya)
- Pesta-pesta Santa Perawan Maria, para malaikat, dan para kudus yang bukan martir
- Pesta Pertobatan Santo Paulus Rasul (25 Januari)
- Pesta Takhta Santo Petrus Rasul (22 Februari)
- Kelahiran Santo Yohanes Pembaptis (24 Juni)
- Pesta Santo Yohanes Rasul dan Pengarang Injil (27 Juni)
- Hari Raya Semua Orang Kudus (1 November)
- Misa Arwah (opsional)
Putih juga
adalah lambang kebangkitan, maka warna ini digunakan pada Masa Paskah untuk
memperingati kebangkitan Kristus seturut Kitab Suci. Putih pun dapat dikenakan
imam saat memimpin Misa Arwah; ini karena kita memiliki pengharapan bahwa
mereka yang hidup dan meninggal di dalam Kristus, dibangkitkan juga bersama
Kristus yang telah menang atas maut.
Warna
liturgis ungu
Warna ungu
paling sering dikenakan selama Masa Adven dan Masa Prapaskah, serta juga dapat
dikenakan dalam Misa Arwah sebagai pengganti warna hitam.
Warna ungu
terutama melambangkan pertobatan dan penitensi. Warna ini, yang disebut juga
violet, mengingatkan kita akan bunga violet yang kuntumnya tertunduk ke tanah
sebagai simbol kerendahan hati. Masa Prapaskah adalah masa untuk memperbanyak
puasa, doa, dan amal kasih; kita dengan rendah hati menyesali dosa-dosa kita
sementara menantikan hidup baru di dalam Kristus yang wafat dan bangkit.
Sementara
itu, Masa Adven adalah masa penantian akan kelahiran Mesias yang dijanjikan
para nabi. Warna ungu pada Masa Adven sesuai dengan warna semburat fajar
sebelum terbitnya matahari; dengan penuh harapan kita menunggu datangnya Sang
Timur yang akan menghalau kegelapan dosa.
Terakhir,
warna ungu pun sesungguhnya warna kerajaan; pada zaman Yesus, ungu merupakan
warna yang mahal karena memerlukan zat warna khusus. Jubah warna ungu
seringkali dikenakan oleh raja, atau untuk menyambut raja.
Warna
liturgis hitam
Warna
hitam mungkin sekarang jarang sekali dipergunakan, namun warna ini juga
merupakan salah satu warna liturgis Gereja.
Warna
hitam biasanya digunakan saat:
- Peringatan Arwah Semua Orang Beriman
- Misa Arwah
Lingkaran Warna Liturgi |
Meskipun
iman kita adalah iman yang penuh pengharapan, namun iman kita juga menyadari
realita dosa dan penghakiman. Kita tidak dengan serta-merta menghakimi apakah
jiwa seseorang masuk neraka atau masuk surga. Kita memang memiliki pengharapan
atas kebahagiaan jiwa-jiwa terutama jiwa-jiwa Kristen, namun dengan rendah hati
kita juga mengakui bahwa kita tidak mengetahui hasil penghakiman Allah atas
jiwa tersebut.
Gereja
selalu menekankan bahwa kita semua adalah pendosa yang harus terus bertobat dan
memperbaiki diri. Karena itulah, memiliki pengharapan bukan berarti kita tidak
berdoa dan bertobat; justru pengharapan inilah yang semestinya mendorong kita
agar semakin menyadari kelemahan-kelemahan manusiawi kita di hadapan Allah.
Warna
hitam mengingatkan kita akan realita ini, serta kemungkinan terburuk yang kita
hadapi apabila kita tidak berusaha hidup kudus. Jika kita menganggap
keselamatan itu “otomatis”, kapan kita mau serius mengikuti ajaran-ajaran
Kristus? Maka, baiklah kita saling mendoakan dan menguatkan agar kita semua
boleh mendapatkan kebahagiaan abadi bersama Allah dan para kudus di surga.
Jangan lupa juga untuk mendoakan mereka yang masih berada di Api Penyucian;
mereka ini jiwa-jiwa suci yang rendah hati, yang belum merasa pantas untuk
menikmati surga sehingga rela dimurnikan terlebih dahulu. Doakanlah supaya
Allah berkenan untuk segera menghadiahkan surga kepada mereka.
Warna
liturgis rose
Warna rose
ini mungkin jarang kita lihat karena tergolong warna opsional (boleh dikenakan,
boleh tidak). Warna rose hanya digunakan pada Hari Minggu Ketiga Masa Adven,
yang disebut sebagai Minggu Gaudete; dan Hari Minggu Keempat Masa Prapaskah,
yang disebut Minggu Laetare. Untuk Masa Adven, kita mungkin ingat bahwa warna
rose ini cocok dengan rangkaian lilin Adven, yang terdiri dari 3 lilin ungu dan
1 lilin rose.
Warna rose
mengingatkan kita bahwa kita sudah memasuki pertengahan masa penantian kita.
Rose adalah warna kebahagiaan, sebab waktu penantian kita tidak lama lagi. Kita
meyakini janji setia Allah akan keselamatan yang datang melalui Mesias, yaitu
Tuhan kita Yesus Kristus.
Namun
perlu diingat bahwa warna rose dikelilingi oleh warna ungu; maksudnya, kita
harus tetap menjaga sikap hati dalam suasana tobat dan penyesalan, agar layak
dan pantas menyambut kelahiran Mesias, serta kebangkitan-Nya yang membawa
keselamatan dan hidup abadi.
Pertanyaan selanjutnya adalah: Mengapa kita perlu mengikuti kaidah-kaidah
liturgis seperti ini?
Pertanyaan
tersebut dapat dijawab dengan berbagai cara, namun saya ingin mengajak kita
merenungkan ini: saat menyembah Allah
sebagai satu kesatuan Gereja Universal, maka baiklah kita berbicara dalam satu
bahasa. Ya, bahasa itu adalah bahasa Liturgi Suci. Ingat, Allah
menceraiberaikan Israel Lama dengan mengacaukan bahasa mereka; selanjutnya,
Allah pula yang menyatukan Israel Baru (Gereja) dengan mencurahkan karunia
berbahasa. Kini Gereja telah berbicara dengan satu bahasa dalam satu iman dan
satu baptisan; baiklah kita dengan rendah hati mempelajari bahasa ini sebagai
satu kesatuan Tubuh Mistik Kristus.
Pertama
kali ditulis untuk Facebook Page Gereja Katolik, dengan signature Deo Duce.
Dikopi dengan beberapa penyesuaian untuk Lux Veritatis 7 (http://luxveritatis7.wordpress.com).